Dec 15, 2010

Kasih Sayang Seorang Ibu

Di sebuah desa terlahir seorang anak lelaki dari keluarga yang sangat sederhana. Keluarga itu, hanya untuk makan saja, seringkali kekurangan. Disaat makan, ibunya sering memberikan bagian nasinya untuk anak-anaknya. Sambil memindahkan nasinya, ibunya akan berkata, “Makanlah Nak, aku tidak lapar.” Setelah anak lelaki itu tumbuh dewasa, dia baru menyadari bahwa itu hanya kebohongan ibunya agar anak-anaknya tidak mengalami kelaparan.

Ketika anak lelaki itu sudah menginjak masa remaja, Ibunya yang sangat menyayangi anak-anaknya selalu berusaha membantu ayahnya untuk mencari nafkah. Berusaha melakukan apa saja yang bisa menghasilkan uang. Namun, pernah sekali, ia hanya dibayar dengan beberapa ekor ikan segar. Setelah pulang, dimasaklah ikan itu dan menjadi hidangan yang menggunggah selera.

Sewaktu memakannya, Ibunya duduk di samping merreka dan memakan sisa-sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang mereka makan. Melihat hal itu, anak lelakinya tak tega dan menyodorkan ikan bagiannya pada ibunya. Tetpi ibunya dengan cepat menolak dan berkata, “Makanlah nak, ibu tidak begitu suka dengan daging ikan.” Anak lelaki itu kembali tersadar bahwa ibunya telah kembali berbohong.

Saat anak lelaki itu duduk di bangku Sekolah Menengah atas, demi membiayai sekolahnya, ibunya rela mengerjakan jahitan-jahitan dari para pemesannya. Sedikit demi sedikit ia selesaikan pekerjaannya itu. Anak lelaki itu terenyuh menyaksikan kesungguhan ibunya, karena hingga pertengahan malam, ibunya belum juga berhenti mengerjakan jahitannya. Saat anak lelaki itu menyuruh ibunya untuk beristirahat dan tidur, ibunya malah menyuruhnya kembali tidur dan beralasan ibunya belum mengantuk.

Hari-hari terus berjalan, hingga pada waktunya, ayah lelaki itu meninggalkan keluarganya untuk menghadap yang maha kuasa untuk selama-lamanya. Setelah kepergian ayahnya, ibunya yang malang harus merangkap menjadi ayah, membiayai keperluan hidup anak lelakinya dan saudara-saudaranya tanpa beban dan penyesalan. Hingga banyak keluarga ibunya yang menyarankannya untuk menikah kembali, tetapi ibu menolak dengan mengatakan ia tak butuh cinta, dan anak lelaki itu tahu saat itu ibunya kembali berbohong.

Setelah lelaki itu dan saudara-saudaranya telah tamat sekolah dan bekerja, ibunya yang mulai renta sudah waktunya untuk beristirahat. Tetapi ibunya menolak tidak mau, ia tetap rela menjahit baju pesanan untuk memenuhi kehidupannya sendiri. saudara-saudara sang lelaki tersebut yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan sang ibu, tetapi ibunya berkeras tidak mau menerima uang tersebut. “Gunakan saja uang itu untuk keperluan kalian, saat ini ibu tak membutuhkan uang kalian.” Entah kebohongan yang keberapa kali yang di buat ibunya saat ini.

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit, kini ia harus dirawat di rumah sakit. Anak lelaki tersebut yang berada jauh di seberang pulau segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Lelaki itu melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani serentetan operasi untuk penyakitnya.

Ibunya yang kelihatan sangat tua, menatapnya dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang terpancar di wajah sang ibu terkesan agak kaku, karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menggerogoti tubuhnya, sehingga ibunya terlihat lemah dan kurus. Lelaki itu menatap ibunya sambil berlinang air mata. Hatinya pedih melihat ibunya terbaring dalam keadaan seperti itu. Tetapi ibunya dengan tegar berkata, “Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan.” Dan itu kebohongan ibunya yang kesekian kalinya.

Setelah mengucapkan kebohongan-kebohongannya, ibu tercintanya menghembuskan napas terakhirnya.

itulah pengorbanan ibu yang sangat tak terhingga. Mereka rela melakukan apa saja demi membahagiakan kita sang anak. Dan sudahkah kita mengingat mereka? mengingat apa yang telah mereka lakukan untuk kita. Mengingat ibu kita yang masih hidup saat ini dan butuh pertolongan kita. Sudah berapa lamakah kita tak berbincang-bincang dengannya hanya karna kesibukan dan aktivitas kita yang padat?

Kita harus akui bahwa kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita.

Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah
kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita?

Risau, apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau, apakah orangtua kita

Sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan lagi.

Saat kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “menyesal” di kemudian hari.


No comments:

Post a Comment